Mimbar Dakwah Sesi 67 : Sebaik-baik Manusia

Oleh :
Yudi Yansyah S.Pd.i
Penyuluh
Agama Islam Kecamatan Bojong Genteng
Kementerian
Agama Kabupaten Sukabumi
Assalamu'alaikum
Wr.Wb
Hadirin
rohimakumulloh
Manusia
mana yang tidak menginginkan menjadi baik? Apalagi jika bisa dikatakan menjadi
sebaik-baik manusia. Masya Allah, ingin rasanya kita bisa menjadi sebaik-baik
manusia bukan hanya di mata manusia, tapi lebih dari itu menjadi sebaik-baik
manusia di mata Allah dan Nabi-Nya.
Andai
label ‘Sebaik-baik Manusia’ itu bisa dibeli, maka tentu saja orang-orang
berharta akan lebih dulu mendapatkan predikat ‘Sebaik-baik Manusia’ itu. Tapi,
bersyukurlah kita terlahir sebagai seorang muslim yang mukmin. Karena rupanya,
untuk mendapatkan titel ‘Sebaik-baik Manusia’ itu tak perlulah merogoh kocek
yang banyak, tapi perlu perjuangan yang besar dan keimanan yang kuat.
Menurut
Nabi Muhammad SAW, untuk bisa menjadi ‘Sebaik-baik Manusia’ maka bisa
memperhatikan beberapa sabdanya berikut ini:
Pertama,
‘Sebaik-baik Manusia’ adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan
mengajarkannya. Hal ini seperti disebut dalam hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari
al-Quran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari no. 5027).
Dalam
hadis ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan standar bahwa sebaik-baik manusia adalah siapa saja
dari umatnya yang mempelajari al-Quran lalu mengajarkannya kepada orang lain.
Al-Quran adalah Kalamullah (Kitab Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW sebagai pedoman hidup.
Kedua,
‘Sebaik-baik Manusia’ adalah orang yang baik akhlaknya. Rasulullah SAW
bersabda:
إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا
“Sesungguhnya sebaik-baik orang di antara kalian
adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Bukhari no. 6035).
Sebaik-baik
manusia dalam hadis ini adalah tergantung akhlaknya kepada orang lain. Akhlak
yang baik menjadi barometer untuk menjadi sebaik-baik manusia. Bahkan, Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diutus ke bumi ini pun untuk menyempurnakan
akhlak.
Ketiga,
‘Sebaik-baik Manusia’ adalah orang yang paling diharapkan kebaikannya dan orang
lain pun merasa aman dari kejelekannya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda:
خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ
شَرُّهُ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang diharapkan
kebaikannya dan (orang lain) merasa aman dari kejelekannya.” (HR. At-Tirmidziy
no. 2263).
Ada
orang ketika mendengar nama seseorang disebut sudah malas mendengarnya dan
cenderung ingin menjauh darinya karena orang tersebut dikenal keburukannya.
Tapi, sebaliknya, ada orang yang kedatangannya diharapkan banyak orang, dan
orang yang dekat dengannya akan selalu merasa aman dan nyaman. Tipe terakhir
inilah yang disebut Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai sebaik-baik
manusia.
Keempat,
‘Sebaik-baik Manusia’ adalah orang yang paling baik kepada keluarganya. Hal ini
seperti disabdakan oleh baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik
terhadap keluarganya.” (HR. At-Tirmidziy no. 3895).
Dalam
hadis ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan bahwa untuk menjadi
sebaik-baik manusia, seorang muslim bisa melakukannya dengan berbuat yang
terbaik kepada semua anggota keluarganya. Berbuat baik kepada keluarga menjadi
indikator seseorang disebut sebagai sebaik-baik manusia, karena rupanya tak
sedikit seorang suami atau ayah yang berbuat kasar kepada keluarganya.
Kelima,
‘Sebaik-baik Manusia’ adalah orang yang faqih (faham) dalam masalah syariat Islam. Ini seperti sabda Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ
فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقُهُوا
“Maka sebaik-baik orang di antara kalian di masa
Jahiliyyah adalah yang paling dalam
Islamnya apabila mereka memahami (ajaran Islam).” (HR. Bukhari no.
3374).
Wajar
jika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan sebaik-baik manusia adalah
mereka yang lebih faqih terhadap hukum-hukum Islam. Secara logika, orang yang
faqih dengan hukum-hukum Islam, maka
tutur kata dan sikapnya akan menjadi teladan bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
Bahkan tak jarang pendapat dan nasehatnya seringkali diminta untuk
menyelesaikan sebuah masalah.
Keenam,
‘Sebaik-baik Manusia’ adalah orang yang gemar memberikan makanan kepada orang
lain dan menjawab salam. Dalam sebuah hadis, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
pernah bersabda:
خِيَارُكُمْ مَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ وَرَدَّ
السَّلَامَ
“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang
yang memberikan makanan dan menjawab salam.” (HR. Ahmad 6/16).
Ada
dua amal yang bisa dilakukan oleh seorang muslim jika ia ingin mendapat label
sebagai sebaik-baik manusia dalam hadis di atas:
Pertama,
orang yang memberi makanan, dan kedua, orang yang menjawab salam. Mari kita
analisa, orang yang memberi makan disebut sebagai sebaik-baik manusia, mengapa?
Bisakah kita merasakan saat sedang kelaparan? Fahamilah, ternyata orang yang
lapar apalagi kelaparan akan membuat lemah bukan hanya fisiknya saja tapi juga
imannya, akhirnya ia bisa bertindak nekad dan melanggar aturan agama.
Kedua,
orang yang ringan menjawab salam. Hari ini, tak sedikit orang yang acuh dan tak
mau menjawab salam. Jika ditanya apakah mereka yang tidak menjawab salam itu
bukan orang muslim? Tentu mereka akan marah jika disebut non muslim? Menjawab
salam menjadi salah satu tanda sebaik-baik manusia. Karena itu, segeralah
menjawab salam jika ada saudara kita yang menebar salam.
Ketujuh,
‘Sebaik-baik Manusia’ adalah orang yang senang merapatkan shaff dalam shalat.
Tentang hal ini, Rasulullah SAW telah bersabda:
خِيَارُكُمْ أَلْيَنُكُمْ مَنَاكِبَ فِي
الصَّلَاةِ
“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang
mempunyai bahu paling lembut di dalam shalat.” (HR. Abu Daawud no. 672).
Maksud
hadits ini adalah bahwa salah satu katagori orang yang paling baik adalah orang
yang ketika berada di dalam shaff, kemudian ada orang lain yang memegang
bahunya untuk menyempurnakan (merapatkan dan meluruskan) shaff, ia akan tunduk
dengan hati yang ikhlash lagi lapang tanpa ada pembangkangan (lihat dalam
Badzlul-Majhuud 4/338 dan Ma’alimus-Sunan 1/184).
Kedelapan,
‘Sebaik-baik Manusia’ adalah orang yang panjang usianya dan baik pula
amalannya. Tentang hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
خِيَارُكُمْ أَطْوَلُكُمْ أَعْمَارًا، وَأَحْسَنُكُمْ
أَعْمَالًا
“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang
paling panjang usianya dan paling baik amalannya.” (HR. Ahmad 2/235 &
2/403).
Ada
pepatah ‘Tua-tua keladi, makin tua makin jadi’ sebuah pepatah yang menunjukan
usia seseorang yang sudah senja tapi prilakunya kian menjadi-jadi dan membuat
orang lain yang melihatnya tidak menyenanginya. Sebaliknya, salah satu tanda
keberkahan hidup seorang hamba adalah ketika dia diberi umur panjang hingga
usia lanjut, tapi dia semakin shalih dan banyak beramal.
Orang
semacam itu benar-benar sadar bahwa sebentar lagi kereta kematian akan datang
menghampirinya, sehingga dengan segala daya dan upaya ia meningkatkan amal
ibadahnya dan sekuat tenaga memperbanyak bekal menuju kehidupan akhirat. Dia
sangat sadar bahwa seusianya itu sudah seharusnya memperbanyak istighfar dan
zikrullah selalu agar termasuk orang-orang yang beruntung di akhirat kelak.
Kesembilan,
‘Sebaik-baik Manusia’ adalah orang yang menepati janji. Rasulullah SAW
bersabda:
أُولَئِكَ خِيَارُ عِبَادِ اللَّهِ عِنْدَ
اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُوفُونَ الْمُطِيبُونَ
“Mereka adalah para hamba pilihan di sisi Allah pada
hari Kiamat, yaitu orang-orang yang menepati janji dan berbuat baik.” (HR.
Ahmad 6/268).
Ya
Rabbi, tidak mudah menjadi orang yang selalu menepati janjinya. Betapa banyak
di antara kita yang saat berjanji mulut bicara hingga berbusa, tapi entah kapan
janji-janji itu akan diwujudkan. Salah satu indikasi menjadi sebaik-baik
manusia, dalam hadis di atas adalah orang yang senantiasa berusaha untuk selalu
menepati janjinya, kapan dan kepada siapa pun.
Kesepuluh,
‘Sebaik-baik Manusia’ adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.
Rasulullah SAW bersabda:
وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Al-Qadlaa’iy dalam Musnad Asy-Syihaab
no. 129, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 5787).
Bisa
jadi kita bukan orang yang berpengaruh. Bisa jadi kita berpendidikan rendah,
berekonomi lemah dan tak banyak pengikut serta pengaruh. Namun, ketika kita
bisa memberi banyak manfaat bagi orang lain, maka Insya Allah kita termasuk
dalam kelompok sebaik-baik manusia seperti dijelaskan dalam hadis di atas.
Semua
adalah pilihan. Termasuk hidup ini juga pilihan. Semua ada di tangan kita;
dengan cara apa kita mau menjadi ‘Sebaik-baik Manusia’ maka Rasulullah SAW
sudah menjelaskan dalam beberapa hadisnya di atas. Silahkan, tinggal pilih kita
mau menjadi sebaik-baik manusia dengan cara mengamalkan ibadah dan amal apa,
semua sekali lagi tergantung pada kita, wallahua’lam.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Dibaca: 121.167 Kali

Mimbar Dakwah Sesi 144 : “Sholat Jama dan Qashar”
Kamis, 18 Pebruari 2021
Maslahah Mursalah Dalam Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum Islam
Rabu, 29 April 2020
10 Manfaat Baca Al-quran Setiap Hari yang Luar Biasa
Senin, 15 April 2019
Mimbar Dakwah Sesi 108 : Pentingnya Menjaga Lisan Menurut Al-Qur'an Dan Hadits
Jumat, 27 November 2020
Saksi Nikah : Pengesah Akad Nikah?
Kamis, 01 Agustus 2019
Mimbar Dakwah Sesi 67 : Sebaik-baik Manusia
Kamis, 24 September 2020
Dampak Pandemi Covid -19 Terhadap Dunia Pendidikan
Kamis, 09 April 2020
Saatnya Tumaninah Dalam Shalat
Jumat, 24 Mei 2019